I. PENDAHULUAN
1. Dasar
Pijak
Orang
Kristen adalah orang yang telah diselamatkan oleh Yesus Kristus dengan
perjuangan yang berat. Sebagai Allah, Ia telah mengosongkan diri-Nya, menjadi
manusia, mengambil rupa seorang hamba, dan mati disalibkan untuk menebus
manusia dari dosa, dan memberikan hidup yang berkemenangan bagi orang yang
percaya kepada-Nya melalui kebangkitan-Nya.
Sebagai
orang yang percaya kepada-Nya, dijadikan-Nya suatu ciptaan baru, yaitu menjadi
anak-anak Allah. Posisi inilah yang seharusnya menjadikan orang-orang Kristen seharusnya
berbeda dengan orang-orang ‘dunia’. Hal inilah yang menyebabkan Rasul
Paulus menasehati orang-orang Kristen di Roma melakukan perubahan dalam
hidupnya menurut pembaharuan akal budinya yang sudah diperbaharui Kristus, dan
menjadikan Krsitus sebagai pusat yang menguasai hidupnya (Roma 12:1-2).
2. Tujuan
pergaulan pemuda-pemudi Kristen
a. Sebagai Garam dan Terang Dunia; Sebagai
garam ia harus larut dan meresap ke dalam setiap aspek kehidupan manusia untuk
memberi rasa, tetapi janganlah menjadi tawar dan tak berguna. Sebagai terang,
ia tak mungkin bercampur dengan gelap, tetapi harus mengusir kegelapan.
b. Sebagai pemberi teladan (I Tim 4:12) dalam
perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, kesuciaan.
II. TAHAP-TAHAP PERGAULAN MUDA-MUDI KRISTEN MENUJU MASA PERNIKAHAN
Pergaulan pemuda-pemudi dengan arah ke
pernikahan haruslah terjadi secara wajar, dari tahap perkenalan secara biasa,
lebih mengenal dan akhirnya berpacaran untuk mempersiapkan diri menuju
pernikahan.
Ada 5 tahap
yang perlu diperhatikan :
1. Berkenalan 4.
Bertunangan
2. Berkawan Akrab 5. Berkeluarga/Pernikahan
3. Berpacaran
Ad. 1. Berkenalan :
Pacar anak Tuhan harus anak Tuhan pula. Dan tentulah
pergaulan dimulai dari tahap perkenalan secara biasa dan wajar. Bisa di Gereja,
di Persekutuan, di Sekolah, atau di Klub Olahraga, asal bukan di jalanan dengan
sembarang orang.
Di lingkungan dimana keduanya saling terlibat dalam
pergaulan/kegiatan adalah sarana yang sehat dan wajar yang umumnya terjadi,
dengan demikian perkenalan merupakan hal yang biasa, wajar di dalam
kebersamaan. Melalui pertemuan yang wajar ini, pemuda-pemudi akan saling
belajar mengenal sifat-sifat, kebiasaan pribadi lawan jenisnya.
Ad. 2. Berkawan Akrab :
Bila pemuda-pemudi saling tertarik satu dengan yang
lain pada masa perkenalan yang wajar tadi ingin mengembangkan hubungannya.
Seharusnya ia tidak perlu tergesa-gesa berpacaran dengan banyak mengobral
janji-janji palsu.
Masa berkenalan bisa dilanjutkan dengan masa berkawan
lebih akrab/khusus, lebih saling mengenal watak/sifat, kebiasaan, selera,
idealisme/tujuan dan pandangan hidup masing-masing melalui interaksi pergaulan
yang lebih akrab. Keinginan untuk lebih akrab, lebih mengenal satu dengan yang
lain lebih mendalam, haruslah diutarakan. Bisa pihak laki-laki yang
mengutarakan keinginannya ini, tetapi juga hal yang wajar bila seorang wanita
juga berani mengutarakannya.
Mereka bisa pergi ke kampus bersama, belajar bersama
atau ke persekutuan bersama. Namun hal serupa masih dilakukan juga dengan teman
yang lain, tanpa ada rasa takut untuk dicemburui. Sebab satu dengan yang lain
masih dalam tahap berkawan secara akrab tetapi dalam keterbukaan, belajar
mengenal lebih dalam dan tidak lebih dari itu.
Setelah mengenal satu dengan lain lebih akrab, barulah
masing-masing memikirkan lebih mendalam, apakah mereka saling menginginkan
untuk mengembangkan hubungan mereka ke tahap berikutnya.
Tidak jarang, banyak pasangan yang berpacaran dikuasai
pertengkaran dan problem sentris, karena mereka tidak mau melewati tahap ini dan
dengan tergesa-gesa sebelum mengenal lebih dalam langsung melompat ke hubungan
pacaran.
Ada
baiknya bila keduanya sudah saling tertarik dan sebelum memutuskan untuk
mengembangkan hubungan ini lebih lanjut, maka masing-masing bertanya pada diri
sendiri; Mengapa saya tertarik untuk berpacaran dengannya ? Apakah hanya
hal-hal lahiriah atau pribadinya yang unik itulah yang menyebabkan aku
tertarik. Apakah ketertarikanku kepadanya sudah didasari oleh pengenalanku
kepadanya secara mendalam atau baru dalam tahap yang dangkal ? Adakah hal-hal
prinsip yang sama untuk dikembangkan lebih lanjut, atau adakah hal-hal prinsip
yang sangat berbeda dan bisakah kami mempertemukannya ? Haruskah aku memilih
dia untuk menjadi calon teman hidup yang akan kupersiapkan melalui masa pacaran
?
Ad. 3. Berpacaran :
Mengapa
berpacaran disebut sebagai masa mempersiapkan diri menuju pernikahan/kehidupan
berkeluarga?
Seorang
anak TK berkomentar melihat orang tuanya; …Oh Papa Mama pacaran, hal ini
terjadi karena setelah ia melihat ayah ibunya sedang pelukan, saling bersandar
kepala, gandengan atau saling bergurau. Bila seperti itu konsepmu tentang
pacaran, dan kamu ingin berpacaran untuk hal-hal semacam itu saja, maka konsep
pengertianmu tentang pacaran tidaklah berbeda dengan anak TK tadi.
Masa pacaran adalah suatu masa latihan untuk melatih
dan mempersiapkan diri guna masa kehidupan berikutnya yaitu ; Masa kehidupan
berumah tangga. Jelaslah bahwa berpacaran adalah masa berkenalan dua pribadi
secara khusus dengan mengkhususkan hubungan berdua untuk tujuan pernikahan. Dan
bukan berhura-hura, keliling/berputar-putar mengukur jalan kota, atau melakukan
eksperimen seksual dengan kebebasan untuk menyalurkan nafsu biologis.
A. Konsep berpacaran yang
sehat
1. Motivasinya :
Ø proses
pertumbuhan dan kematangan
Ø pengenalan
akan kebenaran Firman Tuhan
Ø mencari
dan mengenali kehendak Allah
dan
bukan :
Ø memenuhi
kebutuhan instink sexual
Ø mengatasi waktu kesendirian
Ø mengatasi tekanan masyarakat
Ø iseng, mengisi waktu, mencari pengalaman
2. Tujuannya :
Ø belajar saling mengenal diri.
Ø membina dan mengembangkan; watak, tanggung
jawab, etiket, berbicara dengan lawan jenis, keterbukaan/belajar jujur terhadap
diri sendiri dan partner.
Ø belajar menggali Firman Tuhan bersama-sama.
Ø belajar berdiskusi untuk memperjelas
panggilan hidup.
Ø belajar mengubah waktu secara kreatif.
3. Tingkat hubungan fisik
dalam berpacaran
a. Berpegangan, bila keduanya sudah sungguh-sungguh ingin
mengembangkan hubungan bersahabat dengan berpacaran, maka bergandengan tangan
waktu menyeberang jalan, atau sedang rekreasi di tempat-tempat yang baik adalah
merupakan hal yang wajar, asalkan tahu tempat dan bukan untuk pameran.
b. Berciuman, ada yang berpendapat bahwa tidak perlu
dipersoalkan lagi. Sebenarnya ciuman hanya boleh dilakukan oleh pemuda/i yang
pasti akan nikah dan budayanya memungkinkan.
c. Berpelukan, secara pelan tetapi pasti, hal ini akan
membawa kerusakan hubungan. Biasanya secara wajar tiap-tiap orang tidak akan
mampu berhenti sampai disini, tetapi akan menuntut hubungan yang lebih dari hal
ini. Karena hubungan ini melibatkan perasaan yang lebih mendalam. Dan akan
mengakibatkan shock mereka putus pacaran.
d. Meraba-raba (petting), bila pacaran berkembang ke arah saling
meraba-raba bagian tubuh yang menimbulkan rangsangan seksual, maka hubungan
pacaran akan mengalami kedangkalan. Sebab setiap kali pertemuan selalu yang
dibayangkan dan diinginkan ialah pemuasan seks, mengobarkan nafsu birahi kedua
belah pihak. Terutama laki-laki akan selalu ingin mencari cara dan taktik
sedemikian rupa untuk bisa melakukan hal ini setiap kali bertemu, dan akan
selalu membayangkan untuk melakukannya setiap kali berpisah. Hal ini akan
merusak waktu berpacaran, karena keinginan untuk mengembangkan diskusi yang
baik, saling menghargai, saling menjagai kekudusan menjadi hilang. Dan
keinginan untuk melakukan citus tak mungkin dihindari lagi. Akibatnya kejujuran
dan keterbukaan menjadi hilang dan pada umumnya wanita akan sulit untuk berani
memutuskan hubungan berpacaran sekalipun timbul keyakinan bahwa hubungan tidak
mungkin dilanjutkan dan bagi laki-laki akan dirasakan kevakuman dalam pemenuhan
dorongan seks bila putus pacaran.
e. Bersetubuh, di dalam Alkitab ada dua pengertian dosa
seks yang ditentang Firman Tuhan yaitu, BERZINAH, ialah melakukan
hubungan seks dengan lawan jenis yang sudah terikat pernikahan dengan orang
lain. CABUL ialah melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya dan
keduanya tidak terikat dalam pernikahan yang resmi.
4. Cara-cara pacaran seorang
Kristen
a. Peralihan dari kasih yang subyektif ke
kasih yang obyektif.
b. Peralihan dari kasih yang iri hati ke arah
kasih cemburu yang benar (enious
jealous).
c. Peralihan dari pusat aktivitas ke pusat
saling berdialog.
d. Peralihan dari orientasi pada seksual ke
orientasi pada pribadi.
B. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam berpacaran
1. Berpacaranlah di tempat yang “tepat”, agar
ciri-ciri pacaran yang benar dapat terjadi dalam hidup kita. Dan jangan
berpacaran di tempat yang remang-remang, tinggal serumah hanya berdua saja,
berduaan di dalam kamar, atau semak-semak yang terlindung dari pandangan umum.
2. Berpacaranlah dengan menggunakan waktu yang
wajar. Jangan terlalu larut malam tanpa mengenal batas waktu.
3. Janganlah sering bertemu seperti suami
istri. Mutu berpacaran tidak ditentukan oleh banyaknya/seringnya mereka
bertemu, tetapi pengenalan diri semakin mendalam, berkembangnya mutu hubungan
dalam mempersiapkan pernikahan yang baik dan bahagia.
4. Berpacaran harus selalu membuka kemungkinan
sebesar-besarnya untuk putus bisa ada ketidak cocokan yang bersifat primer dan
bukan sekunder. Memang di dalam membina hubungan pacaran bukanlah hal yang
mulus dan tanpa persoalan dan pertengkaran. Justru berpacaran adalah saat yang
baik untuk belajar menyelesaikan konflik/persoalan yang timbul. Tetapi bila
tujuan hidup/idealisme hidup, karakter-karakter pribadi masing-masing saling berbeda
jauh dan sulit dipertemukan, sehingga keduanya saling melihat jauh ke depan
bahwa, lebih baik putus dari pada menjadi suatu keluarga neraka. Bila mereka
berdua meyakini hal itu maka akhiri masa pacaran dengan baik-baik, tidak usah
menjadi musuh, tetapi jadilah sahabat karib biasa.
5. Buatlah daftar pengenalan pribadi setiap
kali setelah bertemu :
Sifat-sifat baik yang baru dikenal
|
Sifat-sifat buruk yang baru kukenal
|
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
|
…………………………………
…………………………………
………………………………..
…………………………………
|
6. Apakah keterikatanku kepadanya hanya
bersifat lahiriah saja, yaitu; ia sangat cantik, sangat pandai, sangat ramah,
sangat kaya, ataukah ada hal-hal yang lebih mendalam, yaitu; Pribadinya agung
dan baik, wataknya sesuai, cita-cita/dan tujuan hidupnya bertemu denganku, dia
sudah mengenalku secara mendalam dan bisa menerima keberadaanku.
A.4. Bertunangan
Bila kedua belah pihak dengan sadar telah mengambil
keputusan untuk melanjutkan hubungan berpacaran menjadi hubungan keluarga.
Dasar keputusan haruslah dipikirkan secara rasional dengan meninjau semua aspek
yang ada. Dan janganlah me-ROHANI-kan alasan untuk menutupi kepalsuan diri.
Bila telah disetujui dari kedua belah pihak keluarga ,
maka tahap pertunangan dimulai dengan, datangnya keluarga pihak laki-laki ke
pihak wanita untuk melamar, dan menyatakan restunya pada kedua putra-putrinya.
Masa pertunangan diperlukan dengan maksud
lebihmematangkan dan mempersiapkan sagala sesuatu yang berhubungan dengan
pernikahan (hari pernikahan, pesta pernikahan, kebutuhan rumah tangga, dsb).
Tetapi tetap diingat bahwa pertunangan tidak sama
dengan suami istri yang telah resmi. Mereka perlu saling menjaga kekudusan dan
menghormati partnernya samapi hari pernikahannya.
Ad. 5. Berkeluarga/pernikahan
Apa yang Alkitab ajarkan tentang Keluarga Kristen?
Lihat Kej 2:20-25. Ayat 20 Penolong yang sepadan. Jadi istri haruslah yang
sebanding dalam kualitas dan bukan kuantitas. Ayat 24-25 mengandung tiga unsur
:
a. meninggalkan
b. bersatu dengan istrinya
c. keduanya menjadi satu daging
Ketiga hal tersebut membentuk kemah
pernikahan, dan tidak mungkin salah satu ditiadakan, sebab :
·
Cinta
tanpa dijamin hukum menjadi liar.
·
Tetapi
hukum tanpa cinnta juga bukan pernikahan, tetapi paksaan.
·
Seks
tanpa cinta adalah pelacuran.
·
Cinta
tanpa kesedagingan/seks juga tidak normal.
Ctt : Pengertian seks/sedaging bukan saja hana
dimaksudkan dalam artian; coitus.
a. Meninggalkan : bukan hanya sekedar pisah rumah, tetapi menunjuk
pada faktor kedewasaan, bisa berdiri sendiri, mampu bertanggung jawab dan tidak
tergantung pada orang tua/orang lain, berkemampuan secara intelek, mental dan
finansial, dan resmi secara hukum.
b. Bersatu : memiliki kasih yang dipersatukan oleh Allah dan
tidak mungkin diceraikan oleh manusia (Mat 19:5-7).
c. Sedaging : hal ini bukan saja hanya diartikan secara sempit
dengan pengertian hubungan seks, tetapi mempunyai arti yang lebih luas;
telanjang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan secara tubuh jiwa roh.
Kesimpulan konsep
pernikahan Kristiani :
- Alkitab ingin mewujudkan bahwa konsep dari atas ke bawah ini adalah konsep ANUGERAH. Sehingga seks dan cinta kasih menjadi terlindung dan berkembang, bukan eksperimen.
- Dasar Keluarga Kristen
Jaman kini banyak orang Barat
berkecenderungan bahwa pernikahan justru menimbulkan masalah, adanya perceraian
adalah karena adanya pernikahan. Supaya tidak ada penderitaan, maka seharusnya
lembaga pernikahan ditiadakan saja. Dan kasih adalah dasar utama yang lebih
hakiki. Bila melakukan hubungan seks asalkan dilakukan dengan kasih sekalipun
diluar pernikahan, adalah sah. Kasih macam apakah itu?
Apakah dasar pernikahan Kristen yang teguh?
Cinta laki-laki dan wanita yang menjadi dasar utama suatu pernikahan yang
langgeng ?
Benarkah cinta kasih manusia itu kuat ?
bagaimana kalau ada problem ?
Dasar pernikahan itu sendiri ialah
peresmian pernikahan itu sendiri, sebagai yang sudah disatukan oleh Allah dan
jangan diceraikan oleh manusia (Mat 19:5-7).
3. Dasar
kesatuan dan persekutuan suami istri dalam keluarga Kristen :
Efesus 5:22-23 mengajarkan :
-
Istri
tunduk kepada suami, seperti jemaat tunduk kepada Kristus sebagai kepala
jemaat.
- Suami,
terpanggil untuk memimpin istri dan keluarga (memimpin bukan berarti memrintah,
tetapi di Alkitab memimpin = melayani).
(Sumber: Bahan PA Persekutuan Mahasiswa Kristen)