27 Agu 2014

ETIKA PERGAULAN KRISTEN DITINJAU dari SEGI IMAN KRISTEN



   I.   PENDAHULUAN

1.      Dasar Pijak
    Orang Kristen adalah orang yang telah diselamatkan oleh Yesus Kristus dengan perjuangan yang berat. Sebagai Allah, Ia telah mengosongkan diri-Nya, menjadi manusia, mengambil rupa seorang hamba, dan mati disalibkan untuk menebus manusia dari dosa, dan memberikan hidup yang berkemenangan bagi orang yang percaya kepada-Nya melalui kebangkitan-Nya.
Sebagai orang yang percaya kepada-Nya, dijadikan-Nya suatu ciptaan baru, yaitu menjadi anak-anak Allah. Posisi inilah yang seharusnya menjadikan orang-orang Kristen seharusnya berbeda dengan orang-orang ‘dunia’. Hal inilah yang menyebabkan Rasul Paulus menasehati orang-orang Kristen di Roma melakukan perubahan dalam hidupnya menurut pembaharuan akal budinya yang sudah diperbaharui Kristus, dan menjadikan Krsitus sebagai pusat yang menguasai hidupnya (Roma 12:1-2).


2.      Tujuan pergaulan pemuda-pemudi Kristen
a.     Sebagai Garam dan Terang Dunia; Sebagai garam ia harus larut dan meresap ke dalam setiap aspek kehidupan manusia untuk memberi rasa, tetapi janganlah menjadi tawar dan tak berguna. Sebagai terang, ia tak mungkin bercampur dengan gelap, tetapi harus mengusir kegelapan.
b.      Sebagai pemberi teladan (I Tim 4:12) dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, kesuciaan.

II.        TAHAP-TAHAP PERGAULAN MUDA-MUDI KRISTEN MENUJU MASA PERNIKAHAN

Pergaulan pemuda-pemudi dengan arah ke pernikahan haruslah terjadi secara wajar, dari tahap perkenalan secara biasa, lebih mengenal dan akhirnya berpacaran untuk mempersiapkan diri menuju pernikahan.

Ada 5 tahap yang perlu diperhatikan :
1.      Berkenalan                                    4.   Bertunangan
2.      Berkawan Akrab                            5.   Berkeluarga/Pernikahan
3.      Berpacaran

Ad. 1. Berkenalan :
Pacar anak Tuhan harus anak Tuhan pula. Dan tentulah pergaulan dimulai dari tahap perkenalan secara biasa dan wajar. Bisa di Gereja, di Persekutuan, di Sekolah, atau di Klub Olahraga, asal bukan di jalanan dengan sembarang orang.
Di lingkungan dimana keduanya saling terlibat dalam pergaulan/kegiatan adalah sarana yang sehat dan wajar yang umumnya terjadi, dengan demikian perkenalan merupakan hal yang biasa, wajar di dalam kebersamaan. Melalui pertemuan yang wajar ini, pemuda-pemudi akan saling belajar mengenal sifat-sifat, kebiasaan pribadi lawan jenisnya.


Ad. 2. Berkawan Akrab :   
Bila pemuda-pemudi saling tertarik satu dengan yang lain pada masa perkenalan yang wajar tadi ingin mengembangkan hubungannya. Seharusnya ia tidak perlu tergesa-gesa berpacaran dengan banyak mengobral janji-janji palsu.

Masa berkenalan bisa dilanjutkan dengan masa berkawan lebih akrab/khusus, lebih saling mengenal watak/sifat, kebiasaan, selera, idealisme/tujuan dan pandangan hidup masing-masing melalui interaksi pergaulan yang lebih akrab. Keinginan untuk lebih akrab, lebih mengenal satu dengan yang lain lebih mendalam, haruslah diutarakan. Bisa pihak laki-laki yang mengutarakan keinginannya ini, tetapi juga hal yang wajar bila seorang wanita juga berani mengutarakannya.

Mereka bisa pergi ke kampus bersama, belajar bersama atau ke persekutuan bersama. Namun hal serupa masih dilakukan juga dengan teman yang lain, tanpa ada rasa takut untuk dicemburui. Sebab satu dengan yang lain masih dalam tahap berkawan secara akrab tetapi dalam keterbukaan, belajar mengenal lebih dalam dan tidak lebih dari itu.

Setelah mengenal satu dengan lain lebih akrab, barulah masing-masing memikirkan lebih mendalam, apakah mereka saling menginginkan untuk mengembangkan hubungan mereka ke tahap berikutnya.

Tidak jarang, banyak pasangan yang berpacaran dikuasai pertengkaran dan problem sentris, karena mereka tidak mau melewati tahap ini dan dengan tergesa-gesa sebelum mengenal lebih dalam langsung melompat ke hubungan pacaran.

Ada baiknya bila keduanya sudah saling tertarik dan sebelum memutuskan untuk mengembangkan hubungan ini lebih lanjut, maka masing-masing bertanya pada diri sendiri; Mengapa saya tertarik untuk berpacaran dengannya ? Apakah hanya hal-hal lahiriah atau pribadinya yang unik itulah yang menyebabkan aku tertarik. Apakah ketertarikanku kepadanya sudah didasari oleh pengenalanku kepadanya secara mendalam atau baru dalam tahap yang dangkal ? Adakah hal-hal prinsip yang sama untuk dikembangkan lebih lanjut, atau adakah hal-hal prinsip yang sangat berbeda dan bisakah kami mempertemukannya ? Haruskah aku memilih dia untuk menjadi calon teman hidup yang akan kupersiapkan melalui masa pacaran ?

Ad. 3. Berpacaran :
Mengapa berpacaran disebut sebagai masa mempersiapkan diri menuju pernikahan/kehidupan berkeluarga?

Seorang anak TK berkomentar melihat orang tuanya; …Oh Papa Mama pacaran, hal ini terjadi karena setelah ia melihat ayah ibunya sedang pelukan, saling bersandar kepala, gandengan atau saling bergurau. Bila seperti itu konsepmu tentang pacaran, dan kamu ingin berpacaran untuk hal-hal semacam itu saja, maka konsep pengertianmu tentang pacaran tidaklah berbeda dengan anak TK tadi.

Masa pacaran adalah suatu masa latihan untuk melatih dan mempersiapkan diri guna masa kehidupan berikutnya yaitu ; Masa kehidupan berumah tangga. Jelaslah bahwa berpacaran adalah masa berkenalan dua pribadi secara khusus dengan mengkhususkan hubungan berdua untuk tujuan pernikahan. Dan bukan berhura-hura, keliling/berputar-putar mengukur jalan kota, atau melakukan eksperimen seksual dengan kebebasan untuk menyalurkan nafsu biologis. 

A. Konsep berpacaran yang sehat
1.  Motivasinya             :                
Ø  proses pertumbuhan dan kematangan
Ø  pengenalan akan kebenaran Firman Tuhan
Ø  mencari dan mengenali kehendak Allah
                  dan bukan    :
Ø  memenuhi kebutuhan instink sexual
Ø  mengatasi waktu kesendirian
Ø  mengatasi tekanan masyarakat
Ø  iseng, mengisi waktu, mencari pengalaman

2.  Tujuannya   :
Ø  belajar saling mengenal diri.
Ø  membina dan mengembangkan; watak, tanggung jawab, etiket, berbicara dengan lawan jenis, keterbukaan/belajar jujur terhadap diri sendiri dan partner.
Ø  belajar menggali Firman Tuhan bersama-sama.
Ø  belajar berdiskusi untuk memperjelas panggilan hidup.
Ø  belajar mengubah waktu secara kreatif.


3.  Tingkat hubungan fisik dalam berpacaran
a.   Berpegangan, bila keduanya sudah sungguh-sungguh ingin mengembangkan hubungan bersahabat dengan berpacaran, maka bergandengan tangan waktu menyeberang jalan, atau sedang rekreasi di tempat-tempat yang baik adalah merupakan hal yang wajar, asalkan tahu tempat dan bukan untuk pameran.
b.      Berciuman, ada yang berpendapat bahwa tidak perlu dipersoalkan lagi. Sebenarnya ciuman hanya boleh dilakukan oleh pemuda/i yang pasti akan nikah dan budayanya memungkinkan.
c.    Berpelukan, secara pelan tetapi pasti, hal ini akan membawa kerusakan hubungan. Biasanya secara wajar tiap-tiap orang tidak akan mampu berhenti sampai disini, tetapi akan menuntut hubungan yang lebih dari hal ini. Karena hubungan ini melibatkan perasaan yang lebih mendalam. Dan akan mengakibatkan shock mereka putus pacaran.
d.    Meraba-raba (petting), bila pacaran berkembang ke arah saling meraba-raba bagian tubuh yang menimbulkan rangsangan seksual, maka hubungan pacaran akan mengalami kedangkalan. Sebab setiap kali pertemuan selalu yang dibayangkan dan diinginkan ialah pemuasan seks, mengobarkan nafsu birahi kedua belah pihak. Terutama laki-laki akan selalu ingin mencari cara dan taktik sedemikian rupa untuk bisa melakukan hal ini setiap kali bertemu, dan akan selalu membayangkan untuk melakukannya setiap kali berpisah. Hal ini akan merusak waktu berpacaran, karena keinginan untuk mengembangkan diskusi yang baik, saling menghargai, saling menjagai kekudusan menjadi hilang. Dan keinginan untuk melakukan citus tak mungkin dihindari lagi. Akibatnya kejujuran dan keterbukaan menjadi hilang dan pada umumnya wanita akan sulit untuk berani memutuskan hubungan berpacaran sekalipun timbul keyakinan bahwa hubungan tidak mungkin dilanjutkan dan bagi laki-laki akan dirasakan kevakuman dalam pemenuhan dorongan seks bila putus pacaran.
e.     Bersetubuh, di dalam Alkitab ada dua pengertian dosa seks yang ditentang Firman Tuhan yaitu, BERZINAH, ialah melakukan hubungan seks dengan lawan jenis yang sudah terikat pernikahan dengan orang lain. CABUL ialah melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya dan keduanya tidak terikat dalam pernikahan yang resmi.

4.  Cara-cara pacaran seorang Kristen
a.       Peralihan dari kasih yang subyektif ke kasih yang obyektif.
b.      Peralihan dari kasih yang iri hati ke arah kasih cemburu yang benar (enious      jealous).
c.       Peralihan dari pusat aktivitas ke pusat saling berdialog.
d.      Peralihan dari orientasi pada seksual ke orientasi pada pribadi.


B. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berpacaran
1.  Berpacaranlah di tempat yang “tepat”, agar ciri-ciri pacaran yang benar dapat terjadi dalam hidup kita. Dan jangan berpacaran di tempat yang remang-remang, tinggal serumah hanya berdua saja, berduaan di dalam kamar, atau semak-semak yang terlindung dari pandangan umum.
2.  Berpacaranlah dengan menggunakan waktu yang wajar. Jangan terlalu larut malam tanpa mengenal batas waktu.
3.  Janganlah sering bertemu seperti suami istri. Mutu berpacaran tidak ditentukan oleh banyaknya/seringnya mereka bertemu, tetapi pengenalan diri semakin mendalam, berkembangnya mutu hubungan dalam mempersiapkan pernikahan yang baik dan bahagia.
4.  Berpacaran harus selalu membuka kemungkinan sebesar-besarnya untuk putus bisa ada ketidak cocokan yang bersifat primer dan bukan sekunder. Memang di dalam membina hubungan pacaran bukanlah hal yang mulus dan tanpa persoalan dan pertengkaran. Justru berpacaran adalah saat yang baik untuk belajar menyelesaikan konflik/persoalan yang timbul. Tetapi bila tujuan hidup/idealisme hidup, karakter-karakter pribadi masing-masing saling berbeda jauh dan sulit dipertemukan, sehingga keduanya saling melihat jauh ke depan bahwa, lebih baik putus dari pada menjadi suatu keluarga neraka. Bila mereka berdua meyakini hal itu maka akhiri masa pacaran dengan baik-baik, tidak usah menjadi musuh, tetapi jadilah sahabat karib biasa.
5.  Buatlah daftar pengenalan pribadi setiap kali setelah bertemu :

Sifat-sifat baik yang baru dikenal
Sifat-sifat buruk yang baru kukenal
……………………………….
……………………………….
……………………………….
……………………………….
…………………………………
…………………………………
………………………………..
…………………………………

6.  Apakah keterikatanku kepadanya hanya bersifat lahiriah saja, yaitu; ia sangat cantik, sangat pandai, sangat ramah, sangat kaya, ataukah ada hal-hal yang lebih mendalam, yaitu; Pribadinya agung dan baik, wataknya sesuai, cita-cita/dan tujuan hidupnya bertemu denganku, dia sudah mengenalku secara mendalam dan bisa menerima keberadaanku.

A.4.  Bertunangan

Bila kedua belah pihak dengan sadar telah mengambil keputusan untuk melanjutkan hubungan berpacaran menjadi hubungan keluarga. Dasar keputusan haruslah dipikirkan secara rasional dengan meninjau semua aspek yang ada. Dan janganlah me-ROHANI-kan alasan untuk menutupi kepalsuan diri.

Bila telah disetujui dari kedua belah pihak keluarga , maka tahap pertunangan dimulai dengan, datangnya keluarga pihak laki-laki ke pihak wanita untuk melamar, dan menyatakan restunya pada kedua putra-putrinya.

Masa pertunangan diperlukan dengan maksud lebihmematangkan dan mempersiapkan sagala sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan (hari pernikahan, pesta pernikahan, kebutuhan rumah tangga, dsb).

Tetapi tetap diingat bahwa pertunangan tidak sama dengan suami istri yang telah resmi. Mereka perlu saling menjaga kekudusan dan menghormati partnernya samapi hari pernikahannya.

Ad. 5. Berkeluarga/pernikahan

Apa yang Alkitab ajarkan tentang Keluarga Kristen? Lihat Kej 2:20-25. Ayat 20 Penolong yang sepadan. Jadi istri haruslah yang sebanding dalam kualitas dan bukan kuantitas. Ayat 24-25 mengandung tiga unsur :
a.       meninggalkan
b.      bersatu dengan istrinya
c.       keduanya menjadi satu daging

 Ketiga hal tersebut membentuk kemah pernikahan, dan tidak mungkin salah satu ditiadakan, sebab :

·         Cinta tanpa dijamin hukum menjadi liar.
·         Tetapi hukum tanpa cinnta juga bukan pernikahan, tetapi paksaan.
·         Seks tanpa cinta adalah pelacuran.
·         Cinta tanpa kesedagingan/seks juga tidak normal.

Ctt :      Pengertian seks/sedaging bukan saja hana dimaksudkan dalam artian; coitus.
a.      Meninggalkan : bukan hanya sekedar pisah rumah, tetapi menunjuk pada faktor kedewasaan, bisa berdiri sendiri, mampu bertanggung jawab dan tidak tergantung pada orang tua/orang lain, berkemampuan secara intelek, mental dan finansial, dan resmi secara hukum.
b.     Bersatu : memiliki kasih yang dipersatukan oleh Allah dan tidak mungkin diceraikan oleh manusia (Mat 19:5-7).
c.     Sedaging : hal ini bukan saja hanya diartikan secara sempit dengan pengertian hubungan seks, tetapi mempunyai arti yang lebih luas; telanjang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan secara tubuh jiwa roh.

Kesimpulan konsep pernikahan Kristiani :            


  1. Alkitab ingin mewujudkan bahwa konsep dari atas ke bawah ini adalah konsep ANUGERAH. Sehingga seks dan cinta kasih menjadi terlindung dan berkembang, bukan eksperimen.

  1. Dasar Keluarga Kristen
Jaman kini banyak orang Barat berkecenderungan bahwa pernikahan justru menimbulkan masalah, adanya perceraian adalah karena adanya pernikahan. Supaya tidak ada penderitaan, maka seharusnya lembaga pernikahan ditiadakan saja. Dan kasih adalah dasar utama yang lebih hakiki. Bila melakukan hubungan seks asalkan dilakukan dengan kasih sekalipun diluar pernikahan, adalah sah. Kasih macam apakah itu?
Apakah dasar pernikahan Kristen yang teguh? Cinta laki-laki dan wanita yang menjadi dasar utama suatu pernikahan yang langgeng ?
Benarkah cinta kasih manusia itu kuat ? bagaimana kalau ada problem ?
Dasar pernikahan itu sendiri ialah peresmian pernikahan itu sendiri, sebagai yang sudah disatukan oleh Allah dan jangan diceraikan oleh manusia (Mat 19:5-7).

3.   Dasar kesatuan dan persekutuan suami istri dalam keluarga Kristen :
Efesus 5:22-23 mengajarkan :
-          Istri tunduk kepada suami, seperti jemaat tunduk kepada Kristus sebagai kepala jemaat.
-      Suami, terpanggil untuk memimpin istri dan keluarga (memimpin bukan berarti memrintah, tetapi di Alkitab memimpin = melayani).

            Suami terpanggil untuk mengasihi istri seperti Kristus telah mengasihi jemaatnya. (Teladan Kristus mengasihi jemaatnya yaitu rela menyerahkan dirinya taat sampai mati demi jemaatnya).

(Sumber: Bahan PA Persekutuan Mahasiswa Kristen)

KRITIK



        Dalam berhubungan dengan orang lain, setiap orang tidak terhindar dari kritik. Oleh karena itu perlu ada pemahaman mengenai kritik.

1.      Alasan-alasan positif dari mengkritik:

a.      Sebagai tanda kasih dan tanggung jawab. Kadang-kadang kita perlu mengoreksi orang lain agar kita dapat lebih berhasil hidup bersama dengan orang itu. Namun perlu disadari bahwa kritik hendaknya diberikan dengan cara yang penuh kasih.

b.  Perhatian yang jujur kepada orang lain. Memperbaiki kegagalan orang lain nampaknya sudah membudaya. Kita memiliki keinginan yang dalam untuk memperbaiki diri sendiri dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita lihat di sekitar kita. Hendaknya dipahami bahwa secara alamiah orang ingin memperbaiki yang salah dan jarang yang dengan sengaja berniat jahat ketika ia mengkritik kita.

c.   Rasa tanggung jawab. Banyak orang yang bertanggung jawab secara terlalu serius, dan kalau mereka berada pada posisi sebagai penguasa, mereka akan membentuk setiap orang sesuai yang mereka kehendaki. Pimpinan yang baik tahu bagaimana caranya agar orang melakukan apa yang ia inginkan tanpa menggunakan kritik yang pedas dan keras. Seorang pemimpin secara otomatis berada dalam posisi memberi nasihat, saran, dan memperbaiki hal yang dilakukan secara tidak produktif. Pemimpin yang menerima perannya dengan sukacita mengontrol komentar-komentar kritiknya, dan lebih senang memberi inspirasi daripada kritik, adalah benar-benar pemimpin. Kalau kita dikritik, ingatlah bahwa orang yang mengkritik itu sendiri bahwa kritik mencerminkan tanggung jawabnya.

2.      Alasan-alasan negatif dari mengkritik:

a.        Kurang harga diri. Kritik sering lahir karena kurangnya harga diri. Menjatuhkan seseorang melalui kritik merupakan suatu cara yang membuat si pengkritik merasa dirinya berharga.
b.      Tangis meminta pertolongan. Orang yang menderita sering mempertahankan diri dengan melempar kesalahan. Hendaklah kita cukup bijaksana dapat mengenal bahwa penderitaan seseorang itu sering dinyatakan dengan mengkritik orang lain. Apabila orang mengkritik Anda dengan keras, marah dan suara melengking, dengarkanlah baik-baik. Mungkin sebenarnya mereka membutuhkan pertolongan atau bantuan.
c.      Kecocokan yang melebihi batas.  Orang yang mengkritik sering menghendaki orang lain menyesuaikan diri dengan cara hidupnya sehingga frustrasi orang berkurang dan hidupnya akan berjalan lebih lancar. Hendaknya dipahami bahwa hidup diperkaya kalau kita belajar menghargai kelebihan dan minat orang lain dan bukannya memaksa mereka untuk berpikir dan bertindak sama seperti kita.
d.  Membela diri. Masalah terbesar yang dihadapi oleh banyak orang adalah kegagalan untuk bertanggung jawab atas masalah-masalah pribadinya. Mereka menumpahkan kesalahan pada orang lain sebenarnya berusaha melindungi diri dari rasa bersalah.

3.      Memperbaiki orang tanpa melukai perasaannya

Kalau kita mengkritik dengan menunjukkan kesalahan dan hal yang memalukan, kita juga hendaknya menunjukkan hal yang positif. Setiap orang membutuhkan harga diri. Menyerang seseorang berarti menghancurkan harga diri, menolong seseorang berarti harga diri.

Thomas a Kempis berkata, “Jangan marah kalau orang lain tidak dapat berbuat sebagaimana yang Anda inginkan, karena Anda pun tidak dapat membuat diri Anda sendiri menjadi sebagaimana yang sebenarnya Anda inginkan.” Kalau kita benar-benar ingin orang lain mengubah dirinya, pujian lebih diperlukan daripada kritik.

4.      Mengkritik diri sendiri

Kritik berbahaya, sama seperti pisau bedah di tangan orang gila. Pisau bedah itu di tangan seorang ahli dapat digunakan untuk membuang jaringan yang rusak tanpa menanggung sel yang baik. Jarang sekali seorang ahli bedah melakukan operasi terhadap dirinya sendiri. Kritik terhadap diri sendiri harus sama jarangnya seperti operasi diri sendiri.

Ubahlah diri Anda dengan pujian, hadiah, dan pemberian semangat. Lebih dari itu semua, ubahlah diri Anda dengan menyadari bahwa kita didorong bukan karena hukuman atau penilaian dari Tuhan, tetapi karena kasih dan anugerah Tuhan.

5.      Menerima Kritik

Kita tidak dapat mencegah orang lain memberikan kritik, karena itu kita perlu belajar menerima kritik, bagaimana menghadapi kritik yang dilontarkan oleh siapa saja, kapan saja dan dengan alasan apa saja dalam hidup kita.

Sebagian orang saat menerima kritik bereaksi dengan cara menarik diri ke dalam kesunyian batin dan terluka hatinya. Sebagian lainnya, marah-marah dan mencoba mempertahankan diri. Reaksi yang ‘diam-diam sana’ kadangkala mengakibatkan perasaan luka di hati yang serius. Reaksi dengan ‘kata-kata’ berakhir dengan perang mulut. Reaksi-reaksi ini cenderung mengganggu hubungan yang ada.

Berikut ini beberapa saran yang dapat membantu Anda membantu menghadapi kritik yang dilontarkan orang lain.
a.   Periksa kemarahan Anda. Bila kritik seseorang membuat Anda sangat marah, coba redakan sejenak kemarahan itu dan pikirkan. Kalau kritikan itu dapat dibenarkan dan diungkapkan dalam kasih, mengapa Anda harus marah? Kalau kritik itu terasa tidak adil dan pahit, mengapa Anda harus marah?

Hanya sedikit orang yang berani menghadapi kesulitan dalam usaha memahami kelemahannya sendiri sampai suatu saat ia berada dalam masalah yang sangat serius hingga terasa tak ada jalan keluarnya. Bersyukurlah jika masih ada orang yang mengkritik Anda (tidak peduli apakah kritik mereka dapat dibenarkan atau tidak), yang meminta Anda memperhatikan kelemahan Anda. Berterimakasihlah kepada orang yang mengkritik Anda dan mulailah berusaha memperbaiki kelemahan-kelemahan Anda.

b. Bereaksilah dengan tidak tergesa-gesa. Pada saat seseorang menyerang Anda dengan kritiknya, lebih baik Anda melindungi diri dengan pengendalian diri, daripada menyerang balik. Reaksi yang seketika sering tidak tepat.

c.   Bereaksilah dengan lembut. Ketika seseorang mengkritik Anda, jangan membalasny dengan kemarahan melainkan dengan kelembutan. Mungkin Anda akan mampu menenangkan pengkritik yang sedang marah-marah.

d. Pertegas tujuan Anda. Sebagian orang berusaha keras ke segala arah. Mereka menemukan diri mereka di tengah lautan luas tanpa penunjuk arah. Mereka ibarat perahu motor dengan bahan bakar cukup tetapi tidak tahu tempat yang dituju.

Pada saat Anda dikritik, jawablah dengan mempertegas tujuan, cita-cita, dan aspirasi Anda. Biarkan kritk-kritik yang dilontarkan kepada Anda memperbaharui tujuan And dalam kehidupan ini.

e.  Kasihilah orang yang mengkritik Anda. Bila kita memiliki kepedulian pada orang lain, kita akan mampu mendengarkan keluh-kesah mereka dan kita pun mampu memaklumi kemarahan mereka. Jangan biarkan para pengkritik Anda membentuk diri Anda menjadi seorang pengkritik yang sama seperti mereka. Sebaiknya, biarkan kata-kata tajam yang mereka lontarkan mendorong Anda untuk memberi jawaban yang penuh kasih.

f.   Sadarilah Anda dapat melakukan kesalahan. Siapapun tidak terbebas dari berbuat kesalahan. Mereka yang merasa sulit mengakui kesalahan cenderung mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang kuat secara bawah sadar, karenanya sangat goyah dalam menghadapi kritik. Salah satu indikator bahwa seseorang sehat emosinya adalah mampu menerima dan memanfaatkan koreksi dari orang lain.

g.   Bicaralah dengan menyenangkan. Bersikap menyenangkan akan mempermudah kita menanggung kesulitan terhadap kritik, dan suatu respon yang menyenangkan adalah cara terbaik untuk menghentikan kritik selanjutnya.

h.  Buatlah kritik sebagai pendorong. Kritik dapat membuat Anda sedih atau senang. Kritik dapat menjatuhkan Anda tetapi juga dapat mendorong Anda untuk lebih maju.

i.     Bicaralah pada Tuhan. Tuhan menginginkan supaya Anda jujur dan terbuka pada-Nya tentang masalah-masalah yang Anda hadapi. Membawakan kemarahan Anda di hadapan Tuhan melalui doa berarti menghindarkan diri dari menyerang orang lain dan ini merupakan hal yang sangat membangun.

Kendari, 17 Oktober 1995


Drs. Bernard Taaha, M.Si.